Belum hilang dari ingatan kasus yang terjadi di SMA 6 Jakarta dimana siswa terlibat bentrok dengan par wartawan di Lingkungan Sekolah (Sumber : detik.com)
Sebenarnya hal tersebut wajar saja terjadi, tidak usah disalahkan siswa, guru, sekolah ataupun wartawan yang katanya membawa suara rakyat tapi ntah kenapa kemarin mengedepankan ego nya, atau karena lagi sepi berita makanya buat berita aja??
Kita ambil aja benang merahnya, sebagai seorang guru, saya bisa merasakan sangat berbeda bagaimana mendidik siswa dibanding jaman dulu,, atau dijaman ketika saya masih sekolah.
Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, saya dan beberapa teman yang sama-sama bersekolah disana sudah diajarkan dari dini untuk menghormati dan menghargai guru. Para guru tersebut menggunakan segala cara untuk bisa mendidik kami, termasuk dengan cara sedikit keras. yah keras...
Awalnya memang menyebalkan dalam hati saya, namun orang tua siswa mempercayakan sepenuhnya pola pendidikan tersebut kepada sekolah. Banyak siswa yang pulang ke rumah ada bekas memar kayu rotan di pahanya, telinga yang memerah karena dijewer, dan juga rambut yang panjang tidak rata. Semuanya itu mereka lakukan dalam hal mendidik..Ingat bukan hanya sekedar mengajar, tapi mereka lakukan itu dengan penuh rasa kasih sayang.
Dan menurut beberapa hasil perbincangan dan pengamatan saya melihat para alumni sekolah itu, bisa saya katakan 70 Persen sudah mandiri dengan waktu yang singkat. Beberapa sudah memegang jabatab strategis di Pemerintahan serta menjadi pengusaha yang sukses. Kedisiplinan yang ditanamkan sejak kecil terus terbawa sampai kami dewasa.
dan imbas yang paling utama adalah, kami sangat menghargai guru tersebut sampai sekarang, teringat ketika ada saya dan beberapa teman yangkebetulan tamatan dari sekolah SD tersebut bertemu dengan seorang pensiunan guru tersebut di jalan yang sudah tua dan renta, salah satu teman menghampiri dan menghentikan mobilnya, serta menyapa dan mencium tangan Ibu tersebut, Ibu nan bijaksana ini terheran dan mencoba memaksa otaknya untuk memutar kembali ingatannya, siapakah gerangan anak ini??? dan meskipun otaknya tidak bisa recall kembali memorinya namun terlihat kebahagiaan di wajah guru itu, Diamenitikkan air matanya dan memeluk kami, dan meskipun dia tidak ingat kamilagi siapa, namun terbersit kebahagiaan di wajahnya, Aku berhasil mendidik dengan baik (mungkin itu dalam hatinya).
Dan kami berlalu sambil kembali ingat bagaimana paha ku yang seminggu ada warna biru akibat penggaris papan tulis yang melayang ke pahaku dan sampai patah akibat tidak bisa menghapal butir-butir pancasila ketika itu.
Itu salah satu memori dengan Ibunda Guru ku tercinta ibu Rahmawati yang saya pun tidak tau apa gelarnya,,,karena ketika itu dia mengatakan sangat bercita-cita untuk punya gelar Dra. didepan namanya,
Dan demikian juga ketika kami duduk di SMP maupun di SLTA. Perlakuan yang sama masih juga terjadi meskipun dengan bobot yang berkurang.
Dan kembali kita ke masa sekarang ketika kami sudah berada di posisi mereka dulu. Apa bisa melakukan pola yang mereka terapkan??? Mustahil, orang2 sudah semakin pintar katanya semakin beradab katanya, atas nama UU dan HAM mereka berlindung, dan hasilnya bisa sama-sama kita lihat saat ini. Sudah jarang terlihat siswa yang mau mencium tangan gurunya kalo tidak terpaksa. (salah satu contoh)..
Bukan berarti kami pro dengan kekerasan dalam pendidikan, tapi sebaiknya pemerintah kembali mencari cara bagaimana pola dan metode mendidik yang tepat untuk saat ini. Karena saya merasa pola yang ada saat ini kurang efektif.
Belum lagi guru yang selalu jadi korban politik dimana-mana sejak otda di gulirkan. Hah,,,sudahlah tak usah omongin soal yang itu, dan saya tetap ingat perkataan salah satu dosen saya ketika kuliah kependidikan dulu Bapak Drs. Azwir, M.Pd, " Kita mendidik untuk menciptakan generasi 20 - 30 Tahun mendatang"
Dan sama-sama kita lihat bagaimana hasilnya esoknya,,,apakah lebih baik dari sekarang atau malah terpuruk. Disanalah bisa kita ketahui keberhasilan pola yang ada saat ini.
Continue Reading »
Sebenarnya hal tersebut wajar saja terjadi, tidak usah disalahkan siswa, guru, sekolah ataupun wartawan yang katanya membawa suara rakyat tapi ntah kenapa kemarin mengedepankan ego nya, atau karena lagi sepi berita makanya buat berita aja??
Kita ambil aja benang merahnya, sebagai seorang guru, saya bisa merasakan sangat berbeda bagaimana mendidik siswa dibanding jaman dulu,, atau dijaman ketika saya masih sekolah.
Ketika saya masih duduk di Sekolah Dasar, saya dan beberapa teman yang sama-sama bersekolah disana sudah diajarkan dari dini untuk menghormati dan menghargai guru. Para guru tersebut menggunakan segala cara untuk bisa mendidik kami, termasuk dengan cara sedikit keras. yah keras...
Awalnya memang menyebalkan dalam hati saya, namun orang tua siswa mempercayakan sepenuhnya pola pendidikan tersebut kepada sekolah. Banyak siswa yang pulang ke rumah ada bekas memar kayu rotan di pahanya, telinga yang memerah karena dijewer, dan juga rambut yang panjang tidak rata. Semuanya itu mereka lakukan dalam hal mendidik..Ingat bukan hanya sekedar mengajar, tapi mereka lakukan itu dengan penuh rasa kasih sayang.
Dan menurut beberapa hasil perbincangan dan pengamatan saya melihat para alumni sekolah itu, bisa saya katakan 70 Persen sudah mandiri dengan waktu yang singkat. Beberapa sudah memegang jabatab strategis di Pemerintahan serta menjadi pengusaha yang sukses. Kedisiplinan yang ditanamkan sejak kecil terus terbawa sampai kami dewasa.
dan imbas yang paling utama adalah, kami sangat menghargai guru tersebut sampai sekarang, teringat ketika ada saya dan beberapa teman yangkebetulan tamatan dari sekolah SD tersebut bertemu dengan seorang pensiunan guru tersebut di jalan yang sudah tua dan renta, salah satu teman menghampiri dan menghentikan mobilnya, serta menyapa dan mencium tangan Ibu tersebut, Ibu nan bijaksana ini terheran dan mencoba memaksa otaknya untuk memutar kembali ingatannya, siapakah gerangan anak ini??? dan meskipun otaknya tidak bisa recall kembali memorinya namun terlihat kebahagiaan di wajah guru itu, Diamenitikkan air matanya dan memeluk kami, dan meskipun dia tidak ingat kamilagi siapa, namun terbersit kebahagiaan di wajahnya, Aku berhasil mendidik dengan baik (mungkin itu dalam hatinya).
Dan kami berlalu sambil kembali ingat bagaimana paha ku yang seminggu ada warna biru akibat penggaris papan tulis yang melayang ke pahaku dan sampai patah akibat tidak bisa menghapal butir-butir pancasila ketika itu.
Itu salah satu memori dengan Ibunda Guru ku tercinta ibu Rahmawati yang saya pun tidak tau apa gelarnya,,,karena ketika itu dia mengatakan sangat bercita-cita untuk punya gelar Dra. didepan namanya,
Dan demikian juga ketika kami duduk di SMP maupun di SLTA. Perlakuan yang sama masih juga terjadi meskipun dengan bobot yang berkurang.
Dan kembali kita ke masa sekarang ketika kami sudah berada di posisi mereka dulu. Apa bisa melakukan pola yang mereka terapkan??? Mustahil, orang2 sudah semakin pintar katanya semakin beradab katanya, atas nama UU dan HAM mereka berlindung, dan hasilnya bisa sama-sama kita lihat saat ini. Sudah jarang terlihat siswa yang mau mencium tangan gurunya kalo tidak terpaksa. (salah satu contoh)..
Bukan berarti kami pro dengan kekerasan dalam pendidikan, tapi sebaiknya pemerintah kembali mencari cara bagaimana pola dan metode mendidik yang tepat untuk saat ini. Karena saya merasa pola yang ada saat ini kurang efektif.
Belum lagi guru yang selalu jadi korban politik dimana-mana sejak otda di gulirkan. Hah,,,sudahlah tak usah omongin soal yang itu, dan saya tetap ingat perkataan salah satu dosen saya ketika kuliah kependidikan dulu Bapak Drs. Azwir, M.Pd, " Kita mendidik untuk menciptakan generasi 20 - 30 Tahun mendatang"
Dan sama-sama kita lihat bagaimana hasilnya esoknya,,,apakah lebih baik dari sekarang atau malah terpuruk. Disanalah bisa kita ketahui keberhasilan pola yang ada saat ini.